Ilustrasi
Fatou Diakhate baru 13 tahun, tapi ia sudah menikah dengan seorang pemuda bernama Mori Diarra, 30 tahun. Usianya yang masih belia membuat ia tak langsung diboyong ke rumah suaminya. Berdasarkan kesepakatan, Fatou tetap tinggal bersama orang tuanya hingga dia genap berusia 15 tahun. Tak lama setelah serumah dengan suaminya di Keur Issa, sebuah dusun di barat Senegal, Fatou hamil.
Kejadian itu menimpa Fatou 40 tahun silam. Tapi, toh, apa yang dialami Fatou masih terjadi hingga saat ini. Banyak anak perempuan Senegal yang masih di bawah umur harus menikah lantaran kemiskinan. "Di hari-hari itu, orang tua sangat bahagia melihat anak mereka menikah," kata Fatou, yang sekarang berumur 55 tahun dan dikaruniai 12 anak. "Karena kami tidak berpendidikan, kami pun senang menikah, tanpa tahu ternyata itu tidak baik."
Menikah di bawah umur ternyata tak hanya marak di Senegal. Di sebagian besar negara di Afrika, juga di beberapa negara Asia Selatan, Timur Tengah, dan Amerika Latin, pengantin di bawah umur merupakan sesuatu yang lumrah. "Orang menjual anak perempuannya yang masih di bawah umur untuk mendapatkan makanan. Ini sudah jadi rahasia umum," kata Fatuma Ahmed di Kenya.
Kemiskinan memang jadi alasan utama pernikahan di bawah umur. Alasan lainnya, untuk mengamankan masa depan anak perempuan tersebut, baik secara keuangan maupun sosial, dan yang penting lagi, menikah berarti memberikan keuntungan kepada orang tua melalui mahar yang harus dibayar pihak laki-laki.
Di Afrika, pernikahan anak di bawah umur marak terjadi saat musim kering berkepanjangan. Rasa putus asa mencari makanan dan air hingga ke tempat yang sangat jauh membuat orang tua memilih menikahkan anak perempuannya untuk mendapatkan makanan dan meringankan bebannya. "Dalam budaya kami, anak perempuan menikah saat usia sembilan tahun," kata seorang pekerja kesehatan lokal di Kenya. "Mereka dipaksa orang tua meskipun tidak mau."
Menurut organisasi pengacara perempuan dunia, TrustLaw, setiap hari terdapat lebih dari 25 ribu anak perempuan di bawah usia 18 tahun menikah di seluruh dunia. Atau setiap tiga detik, seorang anak perempuan menikah. Dari jumlah itu, banyak pengantin anak-anak yang ternyata, setelah menikah, kehidupannya tetap miskin, kesehatan yang buruk, dan malah dieksploitasi.
Berdasarkan aturan yang dibuat Konvensi PBB untuk Hak Anak, umur minimum menikah adalah 18 tahun. Jika di bawah itu, orang yang menikahkan berarti melanggar hak asasi anak, sebagaimana diatur dalam Pasal 16 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Aturan ini terkait dengan fakta bahwa perempuan yang menikah di bawah usia 15 tahun lima kali lebih rentan meninggal dibanding yang berusia 20 tahun. Ini terjadi akibat hamil dan melahirkan.
Sumber: http://tempointeraktif.com/hg/afrika...350314,id.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
jangan lupa ya kasih komentar artikel ini ^^